Sejarah Lembaga

Sejarah Lembaga

Sejarah Tarakanita Bengkulu


Mulai tahun 1923 Sumatera Selatan merupakan daerah kegerejaan tersendiri dengan nama “Prefectur Apostolik Bengkulu”. Daerah ini dipercayakan kepada Romo-romo Hati Kudus Jesus atau SCJ, yang tiba di Sumatera Selatan dan mulai berkarya pada bulan September 1924.

Sejak tanggal 31 Desember 1926, Pastor Neilen, SCJ menetap di Bengkulu dan membuka HCS (Holandse Chinese School) atau SD bagi anak-anak Belanda dan Cina. Karena HCS inilah Romo-romo SCJ mengundang para Suster CB untuk mengambil alih penyelenggaraan selanjutnya. Setelah melalui proses beberapa kali pembicaraan lisan dan surat menyurat antar kongregasi SCJ dan CB, maka pada tanggal 10 aguatus 1929 Pimpinan Umum Kongregasi CB menyanggupi dan menanggapi undangan tersebut. Kemudian ditawarkan kepada Suster CB di Belanda, siapa yang merasa terpanggil sebagai misionaris untuk karya tersebut.

Pada tanggal 21 November 1929 , bertolaklah 4 suster misionaris CB yang akan berkarya di Bengkulu, beliau adalah Mdr. Hadeline, CB, Sr. Carolus, CB, Sr. Fabiola, CB untuk karya pendidikan dan Sr. Jacqueline, CB untuk karya kesehatan.

Pada tanggal 10 Desember 1929, pikul 09.00WIB kapal yang ditumpangi ke empat Suster itu telah sampai di Pelabuhan Tapak Padri Bengkulu. Karena kapal besar tidak dapat merapat di pelabuhan, maka para penumpangnya dijemput menggunakan kapal motor. Ikut menjemput dengan kapal motor itu Pastor van de Sangen, SCJ dan Pastor Hoogeboom, SCJ. Sedangkan Pastor Neilen, SCJ dan umat Katolik menunggu sejak pukul 07.00 WIB.

Kedatangan para suster ini telah lama dinantikan, maka dapat dimengerti betapa meriahnya penyambutan kedatangan para misionaris itu. Penerimaan secara resmi dan secara meriah diadakan di rumah para Suster yang telah disediakan yakni disebelah Sekolahan dengan pemandangan yang indah menghadap ke laut.

Pada tanggal 6 Januari 1930 HCS yang telah mempunyai 80 siswa-siswi secara resmi diserahkan kepada para Suster. Sekolah ini kemudian yang menjadi cikal bakal SD. Sint Carolus.
Pada permualaan karya pendidikan ini, hal ini dikarenakan oleh adanya persaingan dengan sekolah-sekolah yang lain, dan dari pihak yang merasa bahwa sekolah mereka lebih resmi daripada sekolah misi para Suster yang mereka anggap sebagai “wilde school” atau sekolah liar.

Ketika Nampak bahwa sekolah dirasa mulai berkembang, Kongregasi CB memutuskan untuk mendirikan sebuah biara bagi para Suster dan tambahan bangunan lainnya. Maka dibelilah sebidang tanah yang luas didekat laut dan dibangunlah biara serta gedung-gedung lainnya. Rumah biara, gedung sekolah dan gedung asrama selesai dibangun dan diberkati serta diresmikan oleh Mgr. Meckelholt, SCJ (Apostolik Perfectur Palembang) pada tanggal 17 Januari 1934.

Pada tanggal 25 April 1934 sesudah dua kali mengalami supervisi, HSC Sint Carolus diakui pemerintah dan tidak lagi disebut sekolah swasta yang liar. Pada masa pendudukan Jepang, para suster Belanda harus masuk kamp tahanan, dan sekolah harus ditutup karena tidak ada yang mengurusinya.

Sekolah dibuka kembali oleh Mdr. Laurentia de Sain, CB pada tanggal 1 Agustus 1950. Pada tahun itu dibuka juga TK Sint Carolus  serta poliklinik yang ditangani oleh Sr. Edmundus, CB.
Pada 1 Agustus 1958, Sr. Timothee, CB mendirikan SMP Sint Carolus. Ini merupakan jawaban atas kebutuhan sekolah di Bengkulu, sebab pada saat itu baru ada 2 sekolah menengah pertama yaitu SMP Negeri 1 dan SMP PGRI. Kehadiran SMP Sint Carolus ini mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat dan pemerintah Bengkulu.

Pada 1 Januari 1968, Sr. Timothee, CB mendirikan SMA Sint Carolus . pada waktu itu sebagian tenaga pengajar SMP Sint Carolus masih merangkap sebagai guru SMA Sint Carolus. Sekolahpun waktu itu masih menumpang lokasi SMP Sint Carolus, untuk itu siswa-siswi SMA masuk pada siang hari. Setahun kemudian dengan adanya penambahan guru pada tahun 1969, SMA mulai masuk pagi. Tahun 1986 mulailah pembangunan gedung baru untuk SMA di Lingkar Barat. Gedung megah tiga lantai ini selesai pada tahun 1988 dan SMA Sint Carolus pindah ke Lingkar Barat.