Article Detail
Teaching as Inquiry: Inovasi Pembelajaran dan Tanggungjawab Profesi Guru
Apa yang harus kita lakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan kita? Pertanyaan ini sungguh tidak gampang dijawab. Jawaban yang kita rumuskan akan dipengaruhi oleh perspektif yang kita gunakan dalam melihat mutu pendidikan kita hari ini. Pada perspektif makro kita akan menemukan pandangan yang menyatakan bahwa visi dan konten (kurikulum) pendidikan harus diubah agar sesuai dengan tuntutan jaman. Negara atau daerah memiliki memiliki peran penting menentukan kurikulum dan implementasinya di lapangan.
Dalam perspektif meso kita akan menemukan pandangan bahwa struktur dan manajemen sekolah menjadi komponen vital untuk memperbaiki mutu pendidikan. Standarisasi pendidikan di level sekolah dirumuskan dan kepala sekolah selaku manajer dituntut untuk mewujudkannya di bawah kontrol ketat negara. Sedangkan pada perspektif mikro dapat kita jumpai pandangan bahwa efektivitas guru dalam mengajar memainkan peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan kita. Inovasi pendidikan dalam bentuk apapun yang tidak mendorong efektivitas pembelajaran guru di kelas tidak akan memiliki arti apapun.
Jawaban di atas tidak ada yang salah karena masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat persoalan, namun kalimat terakhir dari paragraf di atas sungguh patut kita renungkan. Tentu saja inovasi pendidikan tidak dapat kita tolak, dunia berubah, teknologi berubah dan pengetahuan kita tentang belajar dan mengajar terus berkembang. Hal penting yang harus kita cermati adalah bagaimana segala inovasi pendidikan tersebut betul-betul berkorelasi positif dengan peningkatan mutu pembelajaran di kelas. Inovasi pendidikan dalam perspektif/level manapun tidak boleh diukur secara esoteric yaitu hanya mengukur ketercapaian implementasinya saja melainkan harus diukur pengaruhnya terhadap peningkatan mutu pembelajaran di kelas.
Mutu Pembelajaran
Lantas apa yang dimaksud dengan mutu pembelajaran di kelas? Mutu pembelajaran di kelas diukur melalui dua hal yaitu mutu proses dan mutu output. Mutu output gampang dipahami yaitu diukur dari pencapaian hasil belajar siswa dalam bentuk sikap, pengetahuan dan skill yang diketahui melalui evaluasi tertulis, kinerja dan produk. Sedang kan mutu proses dapat diukur dari efektivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran yaitu terkait dengan pengelolaan kelas dan pengelolaan aktivitas pembelajaran.
Supervisi atau observasi kelas adalah salah satu cara yang paling umum untuk mengukur efektivitas guru dalam pengelolaan kelas maupun pengelolaan aktivitas pembelajaran. Namun supervisi kelas cenderung bersifat teacher centre karena tujuannya lebih untuk menilai kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Tidak heran dalam instrument supervisi kelas yang menonjol adalah item-item terkait dengan kemampuan pedagogi guru yaitu kemampuan; memotivasi, menjelaskan, mengajukan pertanyaan, mengelola dinamika kelas, membuat assessment, memberikan feedback, membuat kesimpulan dan tugas.
Pengelolaan kelas yang baik memunculkan suasana kelas yang positif (siswa termotivasi, hubungan guru-siswa dan hubungan antar siswa hangat penuh kerjasama). Pengelolaan aktivitas pembelajaran yang baik diukur melalui kuantitas dan kualitas keterlibatan siswa (student engangement) dalam pembelajaran. Dengan kata lain kalau ditinjau dari perspektif siswa maka mutu proses pembelajaran dapat diketahui pada tinggi rendahnya motivasi dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Persoalannya bagaimana mengetahui motivasi dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran?
Guru yang berpengalaman memiliki kepekaan untuk mendeteksi siswa yang hari itu tidak memiliki motivasi, tidak bersungguh-sungguh dalam pelajaran, siswa yang mengalami kesulitan dalam pelajaran, termasuk kondisi motivasi dan pembelajaran di kelas secara keseluruhan. Guru yang baik akan memberikan respon yang tepat sesuai kebutuhan (individual atau klasikal, segera atau tunda, sesuai planning atau ubah). Respon yang baik adalah respon yang bisa memperbaiki keadaan di kelas, bukan malah sebaliknya, respon guru justru membuat kondisi kelas menjadi semakin tidak kondusif bagi pembelajaran. Kematangan guru (didukung oleh luasnya pengetahuan, banyaknya pengalaman, kedewasaan pribadi) akan menjadi penentu bagaimana guru melihat situasi kelas, membuat pertimbangan dan memutuskan langkah apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran di kelas, baik itu untuk mengatasi masalah motivasi dan perilaku (behavior problems) ataupun untuk mengatasi masalah kesulitan belajar siswa (academic problems).
Jurnal Guru
Dari pemaparan di atas kita mengetahui bahwa guru pada hakikatnya adalah sumber informasi terpercaya tentang motivasi dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Hal ini melekat dalam tanggung jawab profesinya selaku guru; pengajar sekaligus pendidik. Guru yang tidak peduli dengan kondisi motivasi dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran patut dipertanyakan komitmennya sebagai guru.
Pertanyaannya sekarang adalah seberapa baik para guru mendokumentasikan apa yang dia amati, apa yang dia pertimbangkan dan apa yang dia putuskan dalam pembelajaran di kelas? Seberapa baik para guru mendokumentasikan efektivitas keputusan (pendekatan, strategi, metode) yang dia buat untuk memperbaiki pembelajaran di kelas? Dokumentasi proses pembelajaran dalam berbagai bentuk (buku kejadian, jurnal kelas, jurnal guru, hasil supervisi, rekaman video) adalah sumber berharga untuk mengetahui motivasi dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran sekaligus sumber berharga untuk mempelajari kematangan guru dalam mengelola pembelajaran.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah model paling ideal bagaimana guru mempertanggungjawabkan segala pertimbangan dan keputusan yang dia buat untuk mengembangkan pembelajaran di suatu kelas. Melalui PTK guru secara sadar menguji sendiri (self assessment) efektivitas pengetahuan, pengalaman dan intuisi yang dia gunakan dalam mengatasi permasalahan belajar di kelas. Alih-alih disorot atau dikritik oleh pihak lain -yang kadang membuat guru bersifat reaktif dan defensive- dengan PTK guru berupaya mencari tahu kelemahan/kekurangan/kesalahan dari strategi yang dia putuskan sendiri, ini adalah salah satu bentuk profesionalisme guru yang penting untuk dipupuk.
Namun mengharapkan guru mendokumentasikan seluruh proses pembelajaran dalam model PTK tentu saja berlebihan, hal itu akan menguras energi guru yang seharusnya dia berikan lebih banyak untuk mendampingi siswa di dalam kelas. Guru bukanlah peneliti, guru adalah praktisi pembelajaran, maka tuntutan yang paling masuk akal adalah bagaimana guru bisa secara lengkap mendokumentasikan aktivitasnya sebagai praktisi.
Dalam konteks inilah jurnal guru menjadi media yang paling memungkinkan bagi guru untuk mendokumentasikan permasalahan, pemikiran dan keputusan serta penilaian efektif tidaknya keputusan yang dia buat di semua kelas yang diampunya. Mengapa jurnal harus meliput semua kelas, karena tanggung jawab guru berlaku untuk semua kelas, bahkan untuk semua pribadi siswa. Singkatnya PTK bisa dilakukan di satu kelas di satu periode pembelajaran, sedangkan jurnal guru harus mencakup semua periode pembelajaran dari seluruh kelas yang menjadi tanggung jawab guru bersangkutan.
Jurnal Siswa
Siswa adalah pelaku utama pembelajaran di kelas, peran guru sesuai tanggung jawabnya adalah membantu siswa belajar. Sebagai pelaku utama pembelajaran maka sesungguhnya siswa itu sendirilah yang paling tahu tentang apa yang terjadi dengan dirinya selama proses pembelajaran berlangsung. Apakah ia sungguh termotivasi? Apakah ia sungguh terlibat aktif dalam seluruh aktivitas pembelajaran di kelas? Apakah ia sungguh menguasai sikap, pengetahuan dan ketrampilan baru yang ia pelajari hari itu? Informasi paling akurat tentang hal tersebut tentu saja ada di dalam diri siswa sendiri karena guru, observer atau supervisor adalah pengamat eksternal yang tidak mungkin 100% akurat.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana caranya untuk mengetahui apa yang sungguh-sungguh dirasakan, dipikirkan dan dialami siswa dalam pembelajaran? Tidak ada cara yang lebih akurat selain siswa itu sendirilah yang mengatakan/menuliskan apa yang ia rasakan, ia pikirkan dan ia alami dalam pembelajaran hari itu dalam sebuah jurnal.
Jurnal siswa sering disebut dengan jurnal akademik karena di dalam jurnal ini siswa hanya menuliskan pengalamannya di kelas terkait dengan pembelajaran. Apa yang dia pelajari hari itu? Apakah dia tertarik atau tidak, apakah dia mengalamai kesulitan atau tidak, apakah dia memiliki ide/pemikiran untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, apakah ada yang ingin diketahui secara lebih mendalam tentang sesuatu yang dipelajarinya di kelas. Hal-hal yang bersifat personal bisa saja dituliskan di jurnal selagi hal tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembelajarannya di kelas. Masalah kesehatan, masalah psikologis dan relasi sosial bisa saja menjadi faktor yang mengganggu aktivitas belajar siswa, namun hal ini juga tergantung dengan tingkat kematangan pribadi siswa.
Masalah yang sering muncul terkait dengan penggunaan jurnal siswa adalah kapan waktu yang tepat bagi siswa untuk menuliskan jurnalnya. Waktu yang paling ideal adalah pada akhir periode pembelajaran, karena hal-hal yang akan dituliskan masih kuat di dalam pikiran siswa. Bila dimungkinkan siswa bisa menulis jurnal di 3-5 menit terakhir jam mata pelajaran berlangsung, namun ini mensyaratkan guru mampu mengelola pembelajarannya dengan sangat efisien sehingga ada cukup waktu yang tersisa untuk itu. Bila tidak memungkinkan maka siswa bisa saja diberi waktu untuk menuliskan jurnal di 5-10 menit menjelang pulang sekolah. Jurnal dikumpulkan sebelum siswa pulang sekolah supaya guru kelas atau wali kelas bisa membaca dan merekap informasi dalam jurnal siswa hari itu.
Masalah lain yang muncul terkait pemanfaatan jurnal siswa adalah siapa yang harus membaca dan merekap jurnal siswa. Guru kelas dan wali kelas adalah pihak yang paling ideal untuk membaca dan merekap jurnal siswa di kelasnya. Informasi yang ada dalam jurnal siswa akan membantu dirinya memiliki pemahaman yang lengkap tentang perkembangan dan kemajuan belajar siswanya. Informasi tersebut juga perlu disiapkan agar dapat menjadi masukan berharga bagi guru-guru mata pelajaran di dalam rapat akademik sekolah. Memang membaca dan merekap jurnal siswa membutuhkan waktu dan konsentrasi tersendiri, namun mengingat informasi di dalamnya sangat penting (jurnal siswa berisi kemajuan belajar dan hambatan belajar versi siswa) segala upaya wali kelas sepadan dengan informasi yang didapatkan.
Jurnal siswa memang kurang familiar dibandingkan dengan jurnal kelas atau jurnal guru. Di sekolah-sekolah Jesuit jurnal siswa dikembangkan sebagai bagian dari praktek pedagogi reflektif melalui buku refleksi pribadi siswa, di sekolah lain pada umumnya jurnal siswa sangat jarang dikembangkan. Ini tidak mengejutkan karena tradisi literer kita masih rendah, kemampuan menuliskan perasaan/pemikiran masih rendah dibandingkan dengan kemampuan mengungkapnya secara lisan. Ini suatu kelemahan tapi sekaligus juga menunjukkan urgensi, bahwa kemampuan menulis harus secara serius dikembangkan sejak dini di sekolah. Jurnal siswa adalah media yang paling baik untuk memfasilitasi proses tersebut.
Rapat Akademik
Seberapa sering kasek, wakakur dan para guru melakukan rapat akademik untuk mendiskusikan perkembangan belajar siswa, mendiskusikan hambatan belajar siswa, mendiskusikan langkah-langkah yang diambil untuk membantu siswa mengatasi hambatan belajarnya, serta mendiskusikan efektivitas langkah-langkah yang telah dilakukan periode sebelumnya? Ini pertanyaan yang sulit dijawab, rapat sekolah di tengah semester dan di akhir semester yang membicarakan persiapan ulangan atau membicarakan hasil ulangan (UTS dan UAS) tentu bukan sejenis rapat akademik seperti yang dimaksudkan di atas.
Harus diakui kebanyakan sekolah belum memiliki tradisi melakukan rapat akademik secara periodik. Masalah perkembangan pembelajaran dan masalah hambatan belajar yang dihadapi siswa seperti berada dalam wilayah otonomi masing-masing guru. Masalah tersebut secara serius baru diangkat panjang lebar dalam rapat akhir tahun ajaran yang tentu saja sudah terlambat untuk dilakukan perbaikan. Idealnya sekolah bisa menjadwalkan rapat akademik per jenjang kelas minimal 1 bulan sekali agar tersedia cukup banyak waktu bagi sekolah untuk mengupayakan langkah-langkah yang diperlukan dalam membantu siswa mengatasi hambatan belajarnya.
Apa yang harus dilakukan guru dalam rapat akademik sekolah? Guru harus menyiapkan laporan perkembangan pembelajaran berdasarkan data-data yang akurat. Seluruh dokumen pembelajaran bisa digunakan guru dalam rapat akademik sekolah yaitu; data input (background sosial akademik siswa, fasilitas sekolah, kemampuan guru dll), data proses (jurnal kelas, jurnal guru, jurnal siswa, penilaian formatif, observasi perilaku, portofolio siswa dll), data output (penilaian sumatif atas sikap, pengetahuan dan kinerja/produk).
Penting bagi guru untuk secara rinci melaporkan hambatan belajar yang dihadapi siswa (kelompok maupun individual) dan upaya-upaya yang telah dilakukannya untuk mengatasi hal tersebut. Keberhasilan atau kegagalan dalam mengatasi hambatan belajar siswa akan menjadi point paling penting dalam rapat akademik sekolah. Keberhasilan selayaknya mendapatkan apresiasi dan menjadi referensi/bahan belajar bagi guru lainnya, sementara kegagalan sepantasnya menjadi moment di mana peserta rapat bersinergi mencari solusi untuk menyelesaikan hambatan belajar yang belum dapat diatasi.
Solusi dicari, ditimbang, ditetapkan, dilaksanakan dan di rapat akademik bulan berikutnya solusi yang telah dilaksanakan akan ditinjau kembali efektivitasnya. Demikian seterusnya rapat akademik sekolah menjadi siklus yang berulang setiap bulannya, solusi yang tidak efektif diperbaiki bahkan bisa saja diganti solusi yang sama sekali baru. Dengan model seperti ini sekolah secara langsung menciptakan iklim bagi para guru untuk terus melakukan inovasi pembelajaran. Inovasi pembelajaran yang bersifat intrinsik yaitu inovasi yang datang dari dalam disebabkan oleh adanya kebutuhan untuk mengatasi hambatan belajar siswa, bukan inovasi ekstrinsik yang inisiatifnya datang dari pihak eksternal yang kadang kurang sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan sekolah.
Dalam posisi inilah rapat akademik sekolah yang dilakukan secara periodik memiliki fungsi yang sangat strategis yang akan menentukan kemajuan dan mutu sekolah. Sekolah yang maju adalah sekolah terus menerus melakukan inovasi pembelajaran, mencari dan menemukan strategi dan metode baru yang diperlukan untuk mengatasi hambatan belajar siswa. Sekolah yang tidak maju adalah sekolah yang dari waktu ke waktu mengulang-ulang strategi dan metode lama yang telah berpuluh-puluh tahun silam dilakukan sementara hambatan belajar siswa tidak juga dapat diselesaikan dan kemajuan belajar siswa tidak kunjung dapat ditingkatkan.
Erjhe Sulistyanto
-
there are no comments yet