Article Detail

Raker Wilayah Bengkulu: Hasil Belajar 2012-2013 dan Higher Order Thinking Assessment (HOTS)

Pondok Kubang, Bengkulu. 23 orang pejabat struktural kantor wilayah dan unit karya dari TK, SD, SMP serta SMA Sint Carolus Bengkulu mengikuti raker yang diadakan pada 19-20 Juli 2013. Dalam raker ini peserta melakukan evaluasi atas pencapaian hasil belajar  tahun ajaran 2012-2013 serta melakukan koordinasi untuk pelaksanaan program kerja  tahun ajaran 2013-2014.

Evaluasi dan KKM

Dari paparan laporan pendidikan yang disusun oleh staff kantor wilayah diketahui bahwa tingkat ketuntasan semua unit sekolah tahun ajaran 2012-2013 mengalami peningkatan 14,97% dengan angka rata-rata ketuntasan tingkat wilayah adalah 94,02 %, hasil kerja keras yang patut diapresiasi.

Dalam diskusi diungkap bahwa tingkat ketuntasan yang tinggi kadang membuat guru sulit karena akan mempengaruhi tingkat KKM yang makin tinggi di tahun ajaran berikutnya. Kalau intake sudah 8 atau 8,5 guru akan bimbang dalam penetapan KKM, akhirnya komponen KKM lainnya akan diturunkan supaya KKM tidak terlalu tinggi. Bahkan ada yang berseloroh, mungkinkan intake diturunkan?

Sebuah pertanyaan patut diajukan, KKM itu tanda mutu sebuah sekolah makin tinggi KKM makin bermutu sebuah sekolah, kenapa KKM tinggi justru membuat guru kesulitan, apa yang salah? Sebagai moderator diskusi kadivpendwil Bengkulu mengajukan pertanyaan;  “Kalau nilai UN kelas VII dan kelas X tidak kita percayai sebagai intake kelas awal dan sekolah membuat test sendiri untuk menentukan intake baru ini masih masuk diakal. Namun kalau  sekolah meragukan intake kelas VIII, IX atau kelas XI dan XII ini sebuah problem yang sangat serius”.

Sekolah tidak boleh ragu sedikitpun dengan intake yang dihasilkan dari kelas sebelumnya. Kenapa?  Karena menjadi tanggung jawab sekolah untuk bisa menjamin bahwa berapapun nilai yang dihasilkan dalam laporan hasil belajar itulah gambaran yang sebenarnya tentang kemampuan siswa. Diukur dengan alat test apapun sekolah harus menjamin bahwa hasilnya tetap, jika tidak maka proses dan alat evaluasi yang digunakan sekolah patut diragukan.

HOTS

Dalam sessi berikut moderator mengingatkan tentang hasil  test international PISA dan TIMSS yang menempatkan Indonesia memiliki skor rendah dibanding Negara lainnya bahkan dengan Negara Asean. (http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa).  Anak Indonesia hanya jago di tingkat hapalan tapi giliran untuk soal yang menggali kemampuan berpikir tingkat tinggi anak Indonesia lemah. Bagaimana dengan sekolah kita?

Menjadi kewajiban kepala sekolah dan timnya untuk menjamin agar para guru mengembangkan program pembelajaran yang mendorong siswanya mampu mencapai taraf berpikir tingkat tinggi yaitu; menerapkan, menganalisa, mengevaluasi dan mencipta (C3-C6), bukan hanya berkutat di taraf hapalan saja; mengingat dan memahami (C1-C2). Taraf berpikir yang dikembangkan guru dapat dilihat di dokumen administrasi guru, di kegiatan pembelajaran dan tentu saja di tugas-tugas dan soal-soal yang dibuat guru.

Staff kantor wilayah kemudian membagikan soal ulangan umum dari semua unit dan mengajak semua peserta raker untuk mencermati soal tersebut, berapa persen termasuk C1-C2 dan berapa persen termasuk C3 sampai C6. Makin banyak soal pada level C3 keatas makin bagus mutu soal tersebut makin banyak C1 dan C2 makin rendahlah mutu soalnya.

Hasil pencermatan masing-masing unit dipresentasikan dan hasilnya amat beragam. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sebagian besar soal ulangan masih berada di level C1 dan C2. Soal di level C3 ke atas masih harus ditingkatkan prosentasenya.

Dia akhir sessi moderator mengingatkan agar sekolah dari waktu ke waktu terus meningkatkan mutu soalnya, karena mutu soal akan menjadi cermin mutu sekolah dan mutu kompetensi siswanya. Percuma saja nilai siswa 8 atau 9 jika nilai tersebut hasil dari siswa mengerjakan soal-soal ulangan yang mutunya rendah, boleh jadi jika diberikan soal level PISA sudah pasti nilai 8 dan 9 tersebut akan terkoreksi drastis.

Memang meningkatkan mutu soal hanyalah muara dari segala upaya peningkatan mutu sekolah. Untuk sampai kepada fase tersebut kepala sekolah dan tim harus bisa menjamin agar guru selalu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi para siswanya dalam setiap  kegiatan belajar yang dirancangnya. Pembelajaran yang bermutu dan hasilnya diukur dengan soal yang bermutu, maka itulah jaminan sekolah yang bermutu. (rj).

 

 

Raker Wilayah Bengkulu: Hasil Belajar 2012-2013 dan Higher Order Thinking Assessment (HOTS)

Implementasi Program Bilingual Tarakanita Bengkulu

 

Pondok Kubang, Bengkulu. 23 orang pejabat struktural kantor wilayah dan unit karya dari TK, SD, SMP serta SMA Sint Carolus Bengkulu mengikuti raker yang diadakan pada 19-20 Juli 2013. Salah satu agenda raker adalah membahas implementasi Program Bilingual Wilayah, berikut adalah petikan diskusi tentang materi tersebut.

Belajar 6-12 Tahun

Berapa tahun anak Indonesia belajar bahasa Inggris? Jawabannya 12 tahun jika belajar dari SD hingga SMA dan 6 tahun jika hanya di SMP dan SMA. Bagaimana kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa Inggris? Jawabannya ada dalam diri kita masing-masing, sampai dimanakan level kita dalam berbahasa Inggris baik tulisan maupun lisan. Memprihatinkan.

Tentu saja kita tidak ingin hal yang terjadi dengan diri kita akan terus terulang lagi dan dialami oleh anak didik yang sekarang ini belajar di sekolah-sekolah kita. Apalagi kita  menyadari bahwa kemampuan berbahasa Inggris secara aktif sungguh dibutuhkan oleh anak-anak kita di masa yang akan datang dimana kompetisi semakin tinggi dan dunia semakin tanpa batas akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.

Seiring dengan kesadaran di atas dan dalam rangka mengimplementasikan renstra lembaga terkait program bilingual maka kantor wilayah menyusun draft pedoman implementasi program bilingual yang disampaikan dalam raker wilayah. Harapannya dengan pemaparan dan diskusi ini dapat dihasilkan masukan untuk menyempurnakan pedoman implementasi program bilingual tersebut.

Bilingual Penuh dan Terbatas

Dalam diskusi suster kakanwil, Sr Adriani CB selaku moderator sessi ini memaparkan bahwa semua unit sekolah dari TK, SD, SMP dan SMA telah membuat program implementasi bilingual dalam program kerjanya masing-masing. Semua unit telah menetapkan akan mengimplementasikan program bilingual untuk satu mata pelajaran  di tahun ajaran 2013-2014 ini yaitu mata pelajaran IPA di SD dan Fisika di SMP dan SMA. Tentu implementasi program ini harus dikawal dan didukung, oleh karena itu perlu upaya-upaya.

Untuk mendukung program ini guru pengampu akan difasilitasi dengan software pendukung materi bilingual IPA dan Fisika. Dengan software ini diharapkan guru akan terbantu dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran secara bilingual di kelas. Tahun ajaran  depan seiring dengan tingkat kompetensi bahasa Inggris guru dan siswa yang makin tinggi maka akan juga dikembangkan program bilingual dalam mata pelajaran lainnya.

Bagaimana dengan mata pelajaran lainnya? Program bilingual secara penuh dalam artian guru menggunakan dua bahasa untuk menyampaikan materi pelajaran baru diterapkan untuk satu mata pelajaran. Untuk mata pelajaran lainnya guru diwajibkan mengembangkan program bilingual secara terbatas yaitu menggunakan dua bahasa untuk percakapan sehari-hari di kelas, namun belum untuk menyampaiakan materi pembelajaran. (rj)

Selain itu semua sekolah juga diwajibkan untuk mengembangkan program English Day, minimal sehari dalam satu minggu. Dalam raker disepakati bahwa English Day dilaksanakan pada hari Selasa, semua guru, karyawan dan siswa diwajibkan menggunakan bahasa Inggris di seluruh area sekolah pada hari tersebut.

Tim Bilingual Wilayah

Tujuan implementasi program bilingual adalah mewujudkan sekolah yang mampu menjamin lulusannya memiliki kepercayaan diri dan kompetensi untuk berbicara bahasa Inggris secara aktif sesuai dengan tingkat perkembangan dan ruang lingkup tanggung jawab sosialnya. Jika ini dapat diwujudkan tentu akan menjadi nilai plus sekolah-sekolah Tarakanita di Bengkulu.

Tentu saja tujuan besar tersebut tidak akan tercapai hanya dengan membuat program bilingual penuh dan terbatas, seperti yang disebut di atas. Sadar akan hal ini kantor wilayah  memandang perlu untuk membentuk Tim Bilingual Wilayah yang memiliki tugas mendampingi dan memfasilitasi unit untuk mengembangkan program pembelajaran bahasa Inggris yang menekankan pada kompetensi listening dan speaking serta untuk melakukan pelatihan bahasa Inggris guru dan karyawan.

Secara khusus tim ini memiliki tugas untuk mencari, mengumpulkan dan mengembangkan metode dan pendekatan baru pembelajaran bahasa Inggris yang fokus pada pengembangan kompetensi listening dan speaking. Bahan-bahan yang terkumpul akan  dipakai sebagai bahan untuk menyusun kurikulum bahasa Inggris TK, SD dan suplemen kurikulum bahasa Inggris SMP dan SMA.

 

 

 

 

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment